onmousedown="return false" oncontextmenu="return false" onselectstart="return false"

Thursday, December 30, 2010

Opini Manajemen bencana

Bencana alam memberikan pembelajaran berharga bagi bangsa Indonesia. Pembelajaran penting adalah bagaimana bangsa Indonesia memahami alam. Pemahaman terhadap alam bisa dicermati melalui perangkat teknologi tersedia maupun gejala-gejala yang dimunculkan alam akibat perbuatan manusia yang membabat hutan dengan sembarangan. Banyak negara yang disebut sebagai negara yang berada dalam garis gempa, sehingga bencana gempa kerap terjadi. Namun, bencana gempa telah diprediksi cermat, sehingga penanganan efek gempa tidak membuat warga menjadi menderita. Sebut saja Jepang yang kerap mengalami bencana gempa. Perhatian pemerintah terhadap gempa dapat dilakukan secara cermat. Sosialisasi dan simulasi gempa dilakukan secara berkala agar warga memahami tanda-tanda dan tindakan yang dilakukan saat terjadi gempa bumi. Tujuannya, saat bencana datang, efek kematian warga dan kerusakan infrastruktur dapat dikurangi.Selain iu dapat dilengkapi juga dengan alarm yang akan memberitahu penduduk bila terjadi gempa yang disertai tsunami.


Sosialisasi dan simulasi bencana seperti gempa, tsunami, banjir bandang, kebakaran, angin puting beliung dan letusan gunung yang menimbulkan semburan lahar merupakan dua dari banyak substansi manajemen bencana. Tujuannya memberikan informasi dan pemahaman kepada warga tindakan-tindakan yang harus dilakukan secara benar, rasional dan efektif di tengah suasana kepanikan, ketakutan dan kerusakan infrastruktur. Sosialisasi dan simulasi menghadapi bencana menjadi penting saat manajemen bencana sedang dikoordinasikan secara cepat oleh pemerintah. Artinya, pemahaman warga tentang tindakan yang harus dilakukan dalam menghadapi bencana menjadi penting untuk meminimalisasi jatuhnya korban tewas dan luka-luka. Saat bala bantuan dari pemerintah dan relawan datang, fokus perhatian adalah pada penyiapan fasilitas pengungsian, konsumsi dan kesehatan.

Kecepatan memberikan bantuan medik di tengah suasana tidak biasa itu merupakan cerminan dari opersionalisasi manajemen bencana. Sikap menunggu memberikan bantuan melalui proses “koordinasi dan birokrasi”, tidaklah bijaksana bagi warga yang mengalami bencana. Mungkin diperlukan prinsip reaksi cepat, mencontoh reaksi cepat dilakukan oleh aparat militer dalam menghadapi serangan dari pihak musuh. Tim reaksi cepat penanggulangan bencana ala militer menjadi penting agar penanganan bencana tidak terlalu terikat dengan kaidah-kaidah birokrasi yang cenderung “lambat”. Apalagi peristiwa bencana diliput oleh media cetak dan elektronik, dibaca dan disaksikan oleh orang lain di luar negeri. Beragam persepsi dan pertanyaan wajar saja timbul, mengapa penanganan bencana di Indonesia cenderung lambat sehingga semakin banyak korban tewas, luka dan menderita?


Bagi pemerintah, beragam persepsi dan pertanyaan dari dalam dan luar negeri terhadap penanganan bencana merupakan pembelajaran penting. Pasalnya, bencana demi bencana sepertinya sudah mengepung negeri ini. Dalam kepungan bencana inilah, manajemen bencana patut dimiliki oleh kota dan kabupaten di Indonesia. Implementasinya tidak bermuara kepada aparat pemerintah saja, tetapi mengalir ke setiap warga. Oleh karena itu, hambatan koordinasi dan birokrasi patut dikurangi agar reaksi cepat penanganan bencana terwujud antara warga korban bencana dengan pemerintah sebagai pemegang otoriasi manajemen bencana.

Pembelajaran lain dari terjadinya bencana adalah melakukan keseimbangan antara perbuatan manusia dengan sifat alami dari satu kawasan boleh jadi telah tergerus oleh kepentingan-kepentingan komersial. Untuk kepentingan bernilai komersial, manusia cenderung melakukannya tanpa memperhitungkan keselamatan dan kesehatan orang lain. Praktik illegal logging dan pembakaran hutan secara sengaja menjadi contoh lemahnya moralitas segelintir warga yang mau mengejar keuntungan sesaat tetapi menimbulkan derita berkepanjangan. Meski regulasi mampu menjerat ulah segelintir orang, namun praktiknya bertolak belakang. Efek jera dari sanksi regulasi malah tidak nampak dialami oleh pelakunya.


Pasca bencana, perbaikan rumah sangat penting agar warga yang menjadi korban dapat merasa nyaman beraktivitas di rumah sendiri. Rumah dapat memulihkan semangat mereka menjalani kehidupan setelah banyak lahan pertanian rusak dan hewan ternak mati. Dalam kesederhanaan kehidupan mereka, lahan pertanian dan hewan ternak merupakan salah satu sumber pendapatan keluarga. Syukur jika pemerintah merealisasikan janjinya kepada warga korban letusan gunung Merapi untuk mengganti hewan ternak yang mati.

sumber:http://waspadamedan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=7957:negeri-dikepung-bencana&catid=59:opini&Itemid=215








No comments:

Post a Comment

Blog ini masih butuh saran dan kritik.
Oleh karena itu dimohonkan kepada siapa saja yang bersedia untuk memberikan komentar, baik berupa saran maupun kritik yang membangun untuk blog ini.
Terimakasih.