onmousedown="return false" oncontextmenu="return false" onselectstart="return false"

Thursday, October 28, 2010

Manajemen Risiko Bencana Gempa Bumi di Yogyakarta




PENDAHULUAN

Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta secara geografis terletak pada 7°33’-8°15’ LS dan 110°5’-110°50’ BT. Provinsi ini seluas 3.185,81 km2 atau 0,17% dari luas wilayah Indonesia. Secara geologis Yogyakarta terletak pada cekungan yang sudah terisi oleh material vulkanik gunung api. Disebelah utara dibatasi oleh Gunung Merapi yang kadang kala menunjukkan aktivitas sebagai akibat dari munculnya magma melalui lubang kepundan, sedangkan dibagian Selatan dibatasi dengan aktivitas zona subduksi yang hingga saat ini juga menunjukkan aktivitasnya ditandai dengan gempa-gempa mikro di sekitar zona tersebut. Proses mitigasi adalah beberapa tindakan yang seharusnya diambil sebelum terjadinya suatu bencana yang mana hal itu terkait dengan tindakan secara strukttural dan non sturltural serta dalam rangka pengurangan resiko bencana yang terintegrasi dengan menggunakan system pengembangan yang berkelanjutan/sustainable development. Tujuan dari mitigasi bencana gempabumi ini adalah untuk mengembangkan strategi mitigasi yang dapat mengurangi hilangnya kehidupan manusia dan alam sekitarnya serta harta benda, penderitaan manusia, kerusakan ekonomi dan biaya yang diperlukan untuk menangani korban bencana yang dihasilkan oleh bahaya gempabumi. Mengingat secara geologis di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dibatasi oleh dua potensi besar bencana yakni Gunung Merapi di sebelah Utara dan Zona Subduksi di sebelah selatan maka tindakan mitigasi yang terintegrasi perlu dilakukan. Selain itu, pemahaman akan karakteristik sumber bencana juga sangat penting dilakukan dalam rangka untuk mengestimasi potensi bencana yang mungkin ditimbulkan serta untuk mengurangi dampak bencana terhadap kehidupan disekitarnya dan fasilitas publik yang ada disekitar lokasi tersebut. Resiko yang ditimbulkan oleh bencanagempabumi terhadap kehidupan manusia termasuk, jumlah korban meninggal, cedera/menderita dan kerusakan ekonomi dapat dikurangi dengan (1) perencanaan wilayah yang baik mencakup desain konstruktsi sipil, progam pelatihan mitigasi sebelum gempa itu sendiri terjadi. (2) penyediaan media informasi dan komunikasi yang kritis dan up to date untuk meningkatkan response terhadap bencana ketika terjadi.


Permasalahan

Penanganan korban bencana gempabumi Yogyakarta 26 Mei belum dilakukan secara terintegrasi dan belum melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan sehingga sistem mitigasi terhadap bencana gempabumi belum bisa terlaksana.


Tujuan

Merumuskan ide konstrukstif tentang sistem mitigasi terhadap bencana gempabumi yang baik dan dapat diterapkan pada suatu kasus bencana tertentu pada wilaah tertentu dan melibatkan berbagai pihak secara terorganisir. terjadi. (2) penyediaan media informasi dan komunikasi yang kritis dan up to date untuk meningkatkan response terhadap bencana ketika terjadi.



Metode

Secara umum mitigasi bencana gempabumi menawarkan konsep mengenai Model Pola aliran Penanggulangan Bencana Gempabumi dan Rancangan Manajemen Resiko Bencana[3]. Model pola aliran penanggulangan bencana menawarkan suatu tindakan untuk mengurangi resiko bencana di dalam rentang yang luas dari fungsi dan operasi didalam suatu kota secara terus menerus.


Gambar 1. Model Pola Aliran: Koordinasi Dari

Pusat + Inmelementasi Tingkat Lokal + Partisipasi



Rencana Manajemen Resiko Bencana menyediakan suatu sistem yang memudahkan pemerintah daerah untuk mengimplementasikan agenda manajemen resiko bencana secara sistematis pada suatu wilayah termasuk aspek legal formalnya, institusi yang terkait, pendanaannya, kapasitas sosial dan teknisnya. Tujuan dari Rancangan manajemen resiko bencana adalah menyiapkan (1) rancangan kerangka kerja institusi dan legal untuk menyampaikan sistem Manajemen Resiko Bencana (2) penggabungan program pelatihanManajamen Resiko Bencana ke dalam proses internal pemerintah dan aktivitas bisnis secara terus menerus di dalam wilayah dengan memperkenalkan Rencana Manajemen Risiko Bencana sebagai praktek perencanaan yang kritis yang diambil oleh wilayah tersebut sebagai aturan dasar. Rencana Mitigasi Bencana Gempabumi dapat meningkatkan cara pandang yang luas dan terintegrasi terhadap sistem pengurangan resiko bencana yang meliputi beberapa elemen sebagai berikut :


1. Identifikasi bencana dan kerentanannya serta evaluasi resiko bencana tersebut.

2. Strategi pengurangan bencana yang bersumber dari wilayah dan dimiliki oleh pemegang kebijakan.

3. Seperangkat peraturaan, perundang-udangan dan regulasi yang menyediakan kerangka kerja yang komprehensif untuk interaksi antara berbagai organisasi dan insitusi yang berbeda.

4. Mekanisme koordinasi institusi yang kuat

5. Sistem yang solid untuk mengendalikan pemenuhan dan penguatan code dan standar untuk konstruksi bangunan yang aman

6. Perencanaan tataguna lahan dan permukiman yang menggabungkan kepedulian akan bencana dan pengurangan resiko.

7. Penggunaan peralatan komunikasi untuk pengurangan resiko akibat bencana yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan bencana, pendidikan, pelatihan dan penelitian.

8. Manajemen kesiapsiagaan dan kedaruratan berdasarkan pada pemahaman resiko.

9. Kerjasama dan koordinasi antar kota dalam satu program mega city.



Manajemen Resiko Bencana

Kerangka kerja mitigasi bencana gempabumi dibedakan menjadi empat komponen kerangka kerja yang mana aktivitas dan output terkait yang akan mengimplementasikan Rencana Awal Manajemen Mitigasi Bencana di setiap kota yang berpartisipasi.


Gambar 2. Program Manajemen Resiko Bencana



Komponen 1 memfokuskan pada pemahaman bagaimana manajemen resikobencana di organisasikan dan disampaikan, termasuk pelatihan yang di informasikan ke pihak lain. Investigasi lapangan dan pencarian literatur dapat digunakan untuk mengidentifikasi kesenjangan, keperluan dan hambatan untuk melakukan pengurangan resiko dan untuk mendokumentasikan Profil kota dan Informasi Pelatihan.

Komponen 2 memastikan adanya pemahaman akan bencana, pengembangan kapasitas atau insrastruktur, penguatan institusi untuk mendukung implementasi Rencana Awal Manajemen Resiko Bencana.

Komponen 3 menggabungkan kajian resiko bencana dan pilihan yang efektif untuk mengkomunikasikan tentang resiko bencana kepada pengambil keputusan, perencana, pendidik, tokoh masyarakat, dan pejabat lokal.

Komponen 4 dipusatkan pada penyediaan dukungan teknis dan logistik untuk pengembangan dan implementasi kesepakatan manajemen Resiko Bencana dalam suatu kota.



Pendekatan Secara Ilmiah dan Kerjasama Antar Kota

Empat komponen Program Mitigasi Bencana mempunyai dua sisi aktivitas yang terpisah namun saling melengkapi: komponen tersebut sangat terkait dengan penelitian dan pengembangan. Sistem yang akan diterapkan hendaknya mencakup metoda dan alat untuk mendukung implementasi Rencana Awal Mitigasi Resiko Bencana dan komponen tersebut difokuskan pada pengetahuan dan pengantar dari pelatihan yang dapat dimanfaatkan oleh pemegang kebijakan kota. Untuk mengimplementasikan aktivitas penelitian dan pengembangan, kerjasama harus dibuat dengan organisasi yang dikenal dengan amanat, kapabilitas, keahlian dan tujuan untuk mengurangi resiko terhadap penduduk.

Organisasi berskala internasional, nasional maupun regional menyediakan kepemimpinan,pendanaan parsial, manajemen dan implementasi pada beberapa aktivitas yang sudah diidentifikasi berdasarkan empatkomponen program tersebut. Mereka bekerjadalam kerjasama yang lebih erat terhadap negara dalam kerangka ilmiah, politik danbadan administratif untuk memastikan pendekatan yang spesifik.

Dalam pelaksanaan Mitigasi Bencana Gempabumi yang terkait dengan kerjasama antar kota besar di dunia dibedakan berdasarkan karakteristik kota tersebut dan tingkat kerentanan terhadap bahaya gempabumi. Secara spesifik dapat dibedakan menjadi 5 kota besar yang masuk dalam Program Kota Terklasterisasi yang dibedakan berdasarkan letak kota tersebut berdasarkan letak geografisnya, penelitian yang dilakukan dan praktisi gempa yang kompeten yang mempunyai tanggungjawab untuk :


1. Menyampaikan informasi, peralatan, teknik untuk mengurangi resiko bencana dan merespon informasi, peralatan dan teknik untuk mengurangi dan merespon resiko terhadap bencana gempabumi.

2. Membangun kerjasama yang lebih luas pada stakeholder terkait untuk melakukan suatu aksi yang bersifat lokal, untuk mengurangi resiko bencana.

3. Pemeriksaan yang sistematis terhadap fasilitas, tindakan dan pembelajaran didalam dan diatara anggota.

4. Program pelatihan yang selalu diinformasikan, pengurangan kerentanan, dan kemudahan kerjasama antar kota untuk memanajemen bencana secara efektif Mempromosikan penelitian yang mudah diterapkan untuk mengatasi masalah resiko terhadap penduduk.



GEMPABUMI YOGYA

Kasus gempabumi Yogyakarta yang terjadi pada 27 Mei 2006 dapat digunakan sebagai studi kasus untuk melakukan studi mitigasi bencana akibat gempabumi. Peristiwa tersebut mengakibatkan beberapa sarana pendidikan, fasilitas sosial, perkampungan dan infrastruktur lain (jalan, masjid, jembatan, jaringan listrik dan air) diperkirakan rusak oleh gempabumi. Daerah yang mengalami dampak yang paling parah adalah kabupaten Bantul yang terletak disebelah selatan dari Kotamadya Yogyakarta dan sepanjang jalur patahan hingga ke kota Klaten, Jawa Tengah. Dataran ini merupakan daerah dengan ting

kat kepadatan penduduk yang cukup tinggi, dimana orangorangnya tinggal pada desa - desa yang dibatasi oleh persawahan.


Gambar 3. Epicenter Gempabumi Yogyakarta

27 Mei 2006


Hal yang menarik dari kejadian gempabumi, bahwa hiposenter gempabumi berdasarkan hasil analisis after shock data[4] terletak pada sebelah barat dari Patahan Opak yakni pada koordinat 8.24o LS dan 110.43o BT (koordinat USGS) dan pusat kerusakan diperkirakan tersebar sepanjang Patahan Opak. Hal ini berarti bahwa gempabumi merambat dari titik hiposenterna melalui zona lunak yang merupakan bagian dari Formasi Endapan Merapi Muda dengan komposisi sebagian besar tersusun oleh alluvial, tuff, breksi agglomerate dan aliran lava.



KESIMPULAN

1. Pendidikan dan pelatihan kebencanaan perlu diimplementasikan dan secara periodic dilakukan penyegaran.

2. Perlu koordinasi yang lebih akurat diantara masing-masing stake holder dalam penanganan korban bencana baik dalamsatu wilayah maupun antar wilayah .

3. Mitigasi gempabumi mencakup konsep Model Utama dan Rencana Awal Manajemen Mitigasi Bencana yang harus diimplementasikan untuk mengurangi resiko bencana gempa bumi.

4. Sistem pemantau dini hendaknya diimplementasikan sebagai bagian utama dari sistem tanggap darurat terhadap masyarakat yang tinggal pada lokasi bencana yang didukung oleh SDM yang terampil dalam membantu mengevakuasi korban serta penentuan rute evakuasi yang aman.

5. Pemahaman akan sumber bahaya dan potensinya kepada masyarakat hendaknya diintensifkan dengan diselenggarakannya diklat, penyebaran brosur, pamflet, sehingga dapat meningkatkan kesadaran publik akan bahaya gempabumi.

6. Hendaknya perlu dilakukan penataan ulang terhadap penggunaan lahan di daerah bencana secara kontinyu dan hendaknya penggunaan citra satelit atau photo udara dapat diimplementasikan untuk mengestimasi aktivitas patahan didaerah becana.



Sumber :
AKHMAD MUKTAF HAIFANI
Pusat Pengkajian Sistem dan Teknologi Keselamatan, Instalasi dan Bahan Nuklir, Bapeten Jl. Gajah Mada No. 8 Jakarta 10120

No comments:

Post a Comment

Blog ini masih butuh saran dan kritik.
Oleh karena itu dimohonkan kepada siapa saja yang bersedia untuk memberikan komentar, baik berupa saran maupun kritik yang membangun untuk blog ini.
Terimakasih.